Jumat, 24 Agustus 2012

Balekambang, Debur Ombak dan Angin Sepoi


Garis pantai yang panjang dan pasir yang putih
Tempat wisata ini berada di Kabupaten Malang. Pantai Balekambang adalah salah satu pantai yang ada di sebelah selatan Malang. Oleh karena itu, ombak di pantai ini lumayan besar. Namun begitu, tempat ini adalah tempat yang layak untuk dikunjungi. Garis pantai yang panjang dan pasir putihnya menyuguhkan pemandangan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Apalagi jika kita mengarahkan pandangan jauh ke tengah samudera. Kita akan menyadari betapa kecilnya kita di antara ciptaan Tuhan. 
 
Pantai Balekambang bukan hanya terkenal dengan keindahannya. Tetapi juga terkenal dengan suasana mistisnya. Oleh karena itu, saya dan beberapa teman menyempatkan waktu untuk berkunjung ke sana. Kebetulan waktu itu saya dan beberapa teman sedang libur. Kami berangkat dari Sidoarjo pukul 06.00 WIB. Melalui rute Plaosan – Wonoayu – Mojosari – Pasuruan – Malang – Turen – Gondanglegi. Kami berangkat empat orang dengan menggunakan dua motor. Perjalanan dari Sidoarjo – Malang lancar jaya. Baru setelah melewati PT Pindad kami agak bingung. Maklum, ini kali pertama kami ke Balekambang. Kami sempat ragu karena jalan yang dilewati adalah jalan berbukit. Banyak lubang dan tikungan tajam. Kami hanya mengandalkan insting saja. Tidak ada rambu atau petunjuk. 
Bang Ucup bangun tidur di POM
Tepat pukul 12.00, kami sampai di Pantai Balekambang. Capek karena perjalanan jauh terbayar lunas dengan pemandangan yang begitu indah. Angin yang berhembus dan ombak yang bergulung-gulung memberikan suasana yang berbeda. Tak sadar karena menikmati pemandangan, perut kami sudah minta diisi. Kebetulan kami membawa bekal. Makan berempat di pinggir pantai adalah hal yang tak akan terlupakan, meskipun lauk seadanya..hehehehe (soale bokek).

Bang Ucup mengais sisa-sisa nasi..hahahaha
 Balekambang tidak hanya menyuguhkan pemandangan yang indah. Terdapat juga beberapa pulau yang dihubungkan dengan jembatan. Salah satu pulau terdapat pura. Kesan mistis dan angker sempat terpikirkan oleh kami saat pertama melihat pura itu. Tetapi ketika melihat sejoli berduaan di belakang pura, kesan mistis langsung hilang..hehehe, yang ada pengen karena melihat sejoli yang bermesaraan itu.. (nasib jomblo). Ne poto-poto narsis kami....

Trio Bokek.. seng tengah ganteng dewe


Gaya Titanic (mekso)
di depan pura yang berkesan mistis 
Nentengi dalan wae hehehe
Horeeee.......
 Karena waktu sudah sore, kami memutuskan untuk cabut..takut gelap di perjalanan.heehe..sekian cerita kali ini.

Minggu, 19 Agustus 2012

Makna Lebaran di Hari Fitri


 Lebaran. Kata yang dimaknai beragam oleh setiap orang. Orang yang merasa hidupnya “beruntung” memaknainya sebagai suatu akhir dari perjuangannya dalam melewati puasa. Menahan rasa lapar,  haus (terkadang juga menahan nafsu), dan kini saatnya menebus jerih payahnya dengan belanja dan maaf “pamer”. Sedangkan untuk orang yang kurang beruntung, lebaran hanyalah sebuah nama. Tidak ada yang istimewa bagi mereka. Hanya keramaian orang-orang yang berpakaian serba baru yang membedakan lebaran dengan hari-hari biasa.

Kita pasti bisa merasakan perbedaan makna lebaran itu. Lalu, apa hubungan lebaran dengan fitri. Biasa kita mendengar ucapan “Mari berlebaran di hari yang fitri”. Rasanya ada yang janggal dengan kata-kata dalam kalimat itu. Jika kita memaknai berlebaran adalah sebuah akhir perjuangan setelah sebulan lamanya berpuasa dengan saling bermaafan, maka fitri sendiri itu apa? Pasti sebagaian besar orang memaknai fitri adalah kembali suci. Lalu apakah dengan berpuasa sebulan penuh dan saling bermaafan, diri kita sudah bisa disebut kembali suci? Rasanya sangat aneh. Tapi itulah kenyataannya. Banyak orang merasa dirinya sudah kembali suci ketika lebaran tiba. 

Jika kita mau membaca puisi “Malam Lebaran” karya Sitor Situmorang, kita akan merasa ada yang aneh. Puisi itu hanya ada satu baris. Yaitu, Bulan di atas kuburan. Ada sebuah ketimpangan yang ingin ditunjukkan oleh pengarang. Mana ada bulan di malam lebaran. Malam lebaran adalah malam pergantian bulan. Jadi, jika bulan sudah muncul pun, tidak mungkin terlihat dengan kasat mata. Keanehan tidak berhenti di situ saja. Bulan yang semu itu ternyata ada di atas kuburan. Tentu saja kita tidak boleh memaknainya sebagai kuburan biasa. Kata kuburan harus kita kupas lagi. 

Jika boleh berpendapat, puisi “Malam Lebaran” karya Sitor Situmorang ini adalah sebuah gambaran tentang ketimpangan. Menggambarkan sebuah kebahagiaan atau kemenangan semu yang diibaratkan dengan bulan. Bulan yang semu. Karena pada malam lebaran adalah bulan baru. Baru mengalami masa peralihan. Pengarang sebenarnya ingin mengingatkan kita. Lebaran bukan berarti kita kembali fitri atau suci, seperti yang dikatakan oleh ustad-ustad di televisi. Kita harus mawas diri. Masih banyak sisi gelap dan kosong yang harus kita terangi dalam diri kita. Seperti kuburan yang sepi, gelap, dan kosong. Akan tetapi, jangan kita menerangi sisi gelap dan kosong itu dengan cahaya bulan yang semu. Melainkan dengan cahaya yang nyata. Artinya, jangan kita sombong dengan ibadah yang telah kita jalankan selama bulan puasa. Seakan-akan Tuhan telah menyiapkan segunung pahala atas ibadah yang telah kita jalankan selama bulan puasa. Seharusnya kita terlebih dulu memaknai ada apa dibalik ibadah kita itu. Dengan begitu, kita akan beribadah dengan apa adanya. Tulus dan ikhlas. Sehingga kita bisa merasakan cahaya yang nyata, bukan cahaya semu. 

Kembali fitri bukan seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Kembali fitri bukanlah kita kembali seperti bayi yang baru lahir dan tidak berdosa. Itu hanya pemahaman luar saja. Kita harus memaknai semua ibadah yang telah kita lakukan untuk bisa mencapai fitri. Lalu ibadah yang bagaimana yang harus kita maknai agar kita bisa kembali fitri? Butuh sebuah perenungan untuk memaknainya. Setiap orang bebas memaknainya. Asal jangan sampai kita seperti Bulan di atas kuburan

Jumat, 17 Agustus 2012

Touring Untuk Memperingati HUT NKRI ke 67


HUT NKRI 2012 kali ini seperti seremonial saja. Tidak ada upacara bendera, tidak ada lomba-lomba, dan tidak ada gairah. Aku rasa rasa nasionalisme semakin menurun. Bukan hanya diriku, tetapi juga semua lapisan masyarakat. Berbeda dengan semasa aku kecil dulu. Begitu semarak dan meriah. Ku lihat banyak orang semakin kehilangan rasa bangganya menjadi Indonesia. Semua mementingkan diri sendiri dan golongan. Ah.. aku tidak ingin seperti itu. Aku ingin memperingati kemerdekaan kali ini dengan caraku sendiri. Ya, dengan cara dan jalanku sendiri.

Malam hari sebelum tanggal 17 Agustus 2012, sudah kurencanakan akan bepergian dengan motor. Sekedar untuk melihat kemeriahan HUT NKRI ke 67 di berbagai daerah di Jawa Timur. Tetapi, hingga tengah malam tak juga ku tentukan ke mana aku akan pergi. Ya sudahlah, kupikir besok pagi pasti ku sudah bisa tentukan tujuanku. 

17 Agustus 2012 pukul 06.00 WIB. Aku sudah siap untuk berangkat. Perlengkapan sudah beres. Motor sudah ku panasi. Tapi tetap saja, aku masih bingung, sebenarnya aku mau ke mana? Akhirnya kuputuskan berangkat saja dulu, toh nanti dalam perjalanan pasti akan ada tujuan yang akan ku tuju. Setelah pamitan dengan kedua orang tua, aku berangakat. Tidak lama kemudian, dalam perjalanan tiba-tiba aku ingin sekali ke Pantai Balekambang Malang. Ku pacu motorku dengan kecepatan sekitar 90 – 100 KM/jam. Tetapi sesampai di Pasuruan, tiba-tiba saja ku arahkan motorku ke arah Probolinggo. Ah, masih bingung ternyata diriku. Aku melewati daerah Kejayan, tempat pabrik Nestle. Daerah tersebut adalah daerah yang tergolong pedesaan. Jarak antar rumah warga lumayan jauh. Tetapi aku merasakan semangat kemerdekaan di sini. Bendera merah putih terpasang di setiap depan rumah. Ada yang dipasang dengan tiang, ada yang dipasang melengkung di antara gerbang pagar bambu, bahkan ada yang memasang bendera merah putih di pucuk pohon mangga. Sangat semarak. Apalagi ketika ku melewati sebuah tanah lapang. Anak-anak sekolah mulai dari SD – SMA sedang bersiap-siap mengikuti upacara bendera. Mereka terlihat semangat. Senyum mengembang di wajah mereka. Puasa tidak menjadi alasan bagi mereka untuk tetap semangat. Sudah lama aku tak mengikuti upacara kemerdekaan. Aku sangat bangga melihat anak-anak itu. Malu pada mereka.

Pantai Bentar

Sepi, sepanjang mata memandang tidak ada manusia
Perjalanan terus kulanjutkan. Keluar kota Pasuruan, sempat terpikir untuk menuju ke Pantai Papuma Jember. Tapi lagi-lagi ku arahkan laju motor terus ke arah timur. Panas terik mulai menyengat. Dahaga mulai membuat kering kerongkongan. Tapi demi semangat kemerdekaan, ku tahan semua rasa. Demi menebus rasa maluku terhadap pendahulu yang rela menyerahkan jiwa, raga, dan hartanya untuk meraih kemerdekaan.  Setelah kurang lebih tiga jam di atas motor, akhirnya saya putuskan beristirahat di Pantai Bentar Probolinggo. Menikmati indahnya laut, meksi terik sangat panas menerpa. Ku layangkan jauh pandangan. Ke ujung samudra yang seakan tak berujung. Indonesia ini begitu indah. Kaya akan sumber daya alamnya, budayanya, dan segala keunikannya. Beginilah caraku memperingati hari kemerdekaan. Meski ku belum sempat menjelajah lebih jauh lagi. Tapi sudah kurasakan dan kunikmati indahnya negeri ini. Kali lain, jika ada kesempatan. Aku ingin berkeliling Indonesia dengan motor seorang diri.

Ngeksis dulu sebelum pulang

Minggu, 12 Agustus 2012

Single Touring Napak Tilas Peninggalan Majapahit


Sebetulnya tulisan ini saya tulis pada tahun lalu, saat masih sempat-sempatnya touring. Saat itu saya merasa jenuh di rumah, saya putuskan untuk touring seorang diri karena teman-teman pada kerja semua. Karena hanya seorang diri, saya putuskan untuk menuju lokasi touring yang tidak terlalu jauh. Akhirnya saya pilih Mojokerto, sekalian untuk napak tilas peninggalan Kerajaan Majapahit (Gaya).
Tujuan pertama adalah situs makam Siti Inggil. Siti Inggil berada di Desa Bejoji kecamatan Trowulan Mojokerto. Dari penjelasan yang saya peroleh dari warga sekitar, konon tempat ini adalah tempat persamayaman raja pertama Majapahit, yaitu Raden Wijaya (Kartarajasa Jayawardhana) beserta beberapa istrinya. Berikut ini beberapa hasil jepretan di lokasi Siti Inggil.
Situs Siti Inggil tampak dari pintu depan
Sayang, situs ini minim sarana informasi. Namun sarana bagi pengunjung lumayan lengkap. Seumur hidup, baru kali ini saya mengunjungi tempat ini. Dulu, kakek saya sering bercerita tentang tempat ini. Beliau sering ke tempat ini untuk sekedar mengenang tokoh Majapahit yang ia idolakan, yaitu Raden Wijaya (raja pertama Majapahit).
Oleh karena itu, saya sempatkan untuk sekalian mengunjungi tempat ini. Saran saya, bagi teman-teman yang ingin berkunjung ke tempat ini jangan sungkan-sungkan untuk bertanya ke warga sekitar karena situs ini terletak di dalam desa dan minim petunjuk. Sehingga banyak pengunjung yang tidak tahu. Maklum, mungkin kurang mendatangkan keuntungan bagi pengelola.heheheheh…..
Salah satu peilasan di Siti Inggil
Oh ya, bagi teman-teman yang hendak ke tempat ini jangan heran ya kalau banyak orang yang sedang semedi..hihihiihi..maklum, dari jauh aja sudah kerasa hawa mistisnya. 

Scorpio yang menemani kemana pun ku pergi

Setelah puas Tanya-tanya dan puas poto-poto, perjalanan saya lanjutkan menuju Maha Vihara Majapahit. Saya penasaran dengan patung Budha tidur terbesar di Indonesia yang ada di sana. Mahavihara Majapahit tidak jauh dari situs Siti Inggil, keduanya terletak di satu desa, hehehe… nih, poto-poto ane di Mahavihara Majapahit.
Patung Budha terbesar di Indonesia
Tempat ini di bangun pada tahun 1987 oleh seorang Biksu. Pada perayaan hari waisak, biasanya tempat ini ramai oleh umat budha yang melakukan ritual. Selain patung budha, di tempat ini juga terdapat bangunan lain yang tak kalah menarik. Berikut gambarnya.

Miniatur Candi Borobudur
Oh ya, ini yang penting, bagi teman-teman yang ingin ke Borobudur tapi ga punya banyak uang, mending ke miniaturnya aja di mojokerto, ga kalah bagus lho.heheheheh……..
Tujuan saya selanjutnya adalah Candi Brahu.. Candi Brahu juga tidak jauh dari lokasi Siti Inggil dan Mahavihara Majapahit. Kurang lebih 4 kilometer sebelah utara situs Siti Inggil dan Mahavihara Majapahit.

Action

Candi Brahu
Tujuan terakhir adalah pendopo agung. Konon tempat ini adalah pusat kerajaan majapahit. Letaknya kurang lebih 9 kilometer sebelah barat candi brahu.


Patung Raja Majapahit
Tempat ini bagi saya sangat mistis, mungkin karena di sinilah pusat kerajaan yang pernah menyatukan nusantara. Di belakang Pendopo Agung terdapat tempat bertapa Raden Wijaya dan tempat Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpah palapa. Sumpah yang terkenal itu…
Maha Patih Gajah Mada

Sumpah Palapa
Selain situs Pendopo Agung, di tempat ini juga terdapat tempat patih gajah mada mengucapkan sumpah palapa yang terkenal itu.
Sayang, kamera tidak boleh masuk ke dalam, jadi pintu gerbang saja yang saya potret,hehehe…selain itu, ada juga kolam segaran, konon kolam segaran adalah tempat perjamuan Raja Najapahit dengan pemimpin Negara-negara tetangga, seperti dari Cina, Burma, dan Thailand. Masyarakat sekitar mengatakan, peralatan makan yang digunakan untuk menjamu pemimpin Negara tetangga itu langsung dibuang ke dalam kolam segaran. Hal ini dilakukan untuk memberi kesan betapa kaya Negara majapahit kala itu…tapi, setelah tamu pulang, peralatan makan yang dibuang diangakat lagi..hemh..boleh juga tu, bisa ditiru..hehehehehe…..

Kolam Segaran
Sebenarnya mau ke situs makam Damarwulan, tapi karena waktu sudah menjelang senja, saya putuskan untuk mencari makan di pinggir danau segaran dan pulang…oke, sekian cerita touring kali ini.

Lembaran Baru


Ini adalah pilihan. Ketika kebanyakan orang yang beranjak dewasa, mereka akan merasa sendiri, mencari jati diri. Hal inilah yang aku rasakan kini. Aku sering merasa kesepian. Meskipun banyak orang di sekelilingku. Mereka baik, bahkan lebih baik dari yang kuduga. Mereka menghargai apa yang aku lakukan. Mereka juga membantuku beradaptasi dengan dunia kerja. Ya, mereka adalah partnerku. Guru-guru di SM Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya.

Kini, sudah bukan waktunya lagi bersenang-senang. Seperti yang kulakukan saat masih kuliah. Tetapi, terkadang aku merindukan hal itu. Merindukan melakukan hal-hal konyol dengan teman-teman kuliah. Kurasa, baru kemarin aku masuk bangku perkuliahan. Tapi, kenyataanya kini aku sudah meninggalkan suasana kampus. Suasana yang tak akan kulupakan seumur hidupku. Saat-saat sibuk mengerjakan tugas kuliah, saat-saat mengantuk di kelas, saat-saat serunya kerja kelompok, dan semua waktu yang kulalui saat di kampus, adalah saat-saat yang terindah. Semua orang yang terlibat di dalamnya adalah orang-orang yang sangat berarti. Terkadang aku menyesal, mengapa dulu aku tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Banyak hal yang belum kuketahui saat masih kuliah. Banyak hal yang tidak kuketahui harus kukerjakan saat ini. 

Mengajar sudah menjadi keseharianku kini. Tapi aku merasa tak lebih pintar dari murid-muridku. Mereka lebih kreatif dari yang kuperkirakan. Berbeda dengan bayanganku saat masih kuliah. Kulihat senyum-senyum mereka. Kurasakan semangat mereka, murid-murid SMP. Hal itu semakin membuatku rindu menjadi mahasiswa kembali. Baru kurasakan, profesi pengajar bukanlah profesi main-main. Benar kata orang, Profesi guru bukanlah semata-mata memberikan informasi, tetapi di sana juga dibutuhkan keikhlasan, kesungguhan, dan pengabdian. Aku merasa, aku belum mampu untuk itu. Tetapi aku belajar untuk bisa seperti itu. Apa yang kudapatkan selama kuliah, apa yang dicontohkan dosen-dosenku saat kuliah, kucoba mengerti kini. Pengalaman dan apa yang dikatakan dosen-dosenku sungguh sangat terasa saat ini. Oleh karena itu, aku merasa empat tahun adalah waktu yang sangat singkat. Bukan masalah lulus kuliah tepat waktu, tetapi pengalaman dan kebersamaan saat kuliah adalah kenangan yang sangat berarti.

Terima kasih kepada semua. Teman-teman, para dosen, para staf. Saya yakin, waktu yang singkat di kampus akan bermanfaat bagi kita semua. Saya juga berterima kasih kepada seseorang yang hampir tiga tahun mengisi hatiku, bahkan sampai saat ini. Kebersamaan kita adalah yang terindah. Hingga kini, ku masih berharap kita akan bersama lagi seperti dulu. Salam JBSI Unesa.